BALIPUSTAKANEWS – Selain memiliki destinasi wisata yang indah-indah, dibali khusus nya bagi umat Hindu memiliki upakara adat mulai upakara adat yang dilakukan sehari-hari hingga upakara disetiap 100 tahun sekali.
Upakara memiliki 3 tingkatan yaitu Nista (kwantitas terkecil), Madya (kwantitas sedang) dan Utama (kwantitas terbesar). namun kali ini kita akan membahas Nista (kwantitas terkecil) di mana salah satunya cukup dengan sarana upakara berupa canang.
Canang berasal dari sukukata ‘Ca’ yang artinya indah, sedangkan kata ‘Nang’ artinya tujuan. Sehingga hal ini dapat didefinisikan canang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu keindahan (Sundharam) kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa.
Pada dasarnya, ada dua arti jika dilihat dari alasnya. Canang yang beralaskan ceper adalah simbul Ardha Candra sedangkan canang yang beralaskan sebuah tamas kecil merupakan simbol Windhu.
Jika diklasifikasikan, canang ada banyak bentuk dan dengan fungsi yang berbeda seperti canang sari misalnya.
Canang Sari merupakan canang yang alasnya menggunakan ceper atau tamas kecil dan sampian urasarinya membentuk astadala, sehingga bentuknya bundar yang berfungsi sebagai sarining yadnya.
Canang sari terdiri dari dua jenis, yaitu Canang Sari Ageng dengan sampian urasari berbentuk astadala dan Canang Sari Alit yang pada sampian urasarinya menunjuk empat arah mata angin, namun maknanya tetap sama.
Canang sari memiliki makna yang begitu penting dalam sesajen, yang wajib ada dan hadir dalam setiap persembahyangan bagi umat Hindu, meskipun canang sari disebut memiliki kuantitas paling kecil namun sangat penting perannya diberbagai bentuk upacara persembahyangan di Agama Hindu.
Maka dari itu Canang sari memiliki arti yang sangat penting bagi umat Hindu, dan keberadaan canang sari ini merupakan bentuk rasa terimakasih ke pada Sang Hyang Widhi Wasa.(CF/Google)
Discussion about this post