BALIPUSTAKANEWS – Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara atau PKN STAN melakukan penghapusan beberapa program studi. Program studi yang dihapus yaitu program studi Bea Cukai dan Pajak pada tahun ajaran baru ini. PKN STAN tidak lagi menawarkan jurusan bea cukai dan pajak. Pembaruan ini merupakan hasil dari diskusi berbagai pihak, sehingga pada akhirnya PKN STAN memutuskan untuk menghapus beberapa jurusan.
Sebelumnya, PKN STAN memiliki Jurusan Kepabeanan dan Cukai yang terdiri dari dua prodi, yaitu prodi D3 dan D1 Kepabeanan dan Cukai. Kemudian ada juga prodi D3 pajak. Alasan penghapusan program studi ini, karena salah satunya perilaku negatif siswa. Adapun perilaku negatif yang salah satunya menjadi pertimbangan penghapusan prodi bea cukai dan pajak karena ada keinginan dari mereka memperoleh gaji besar sehingga sengaja mengincar menjadi PNS di Bea Cukai dan Pajak. Ini diungkapkan Direktur PKN STAN, Rahmadi Murwanto yang menjelaskan terkait polemik penghapusan jurusan atau prodi Bea Cukai dan Pajak.
Menurut Rahmadi, motivasi masuk PKN STAN dengan sengaja mengincar posisi PNS tertentu agar nantinya mendapatkan gaji tinggi saja dinilai sudah negatif. Penghasilan PNS di Kementerian Keuangan, lanjut Rahmadi, sejatinya bisa terus menyesuaian apabila seseorang bekerja dengan serius dan mengabdi sebagai seorang ASN. Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), pada masa lalu memang membutuhkan unit pegawai eselon 1 yang banyak dihasilkan dari mahasiswa D1 dan D3 STAN. Sehingga PKN STAN membuka banyak porsi untuk mahasiswa di program studi pajak dan bea cukai.
Di masa sebelumnya PKN STAN menerima untuk mahasiswa D1 dan D3. Prodinya itu mengarah pada kebutuhan unit eselon 1, misalnya prodi pajak untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bea cukai untuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan ada beberapa juga prodi yang dari awal tidak untuk kebutuhan eselon 1. Ini PKN STAN di masa lalu.
Menteri Keuangan melihat tren ini dan mengatakan terlalu banyak SDM yang dihasilkan, padahal negara sudah banyak belanja untuk sistem IT. Karena memang dilihat dari PKN STAN itu penerimaannya terus bertambah, kalau dilihat itu puncaknya tahun 2017, PKN STAN menerima hampir 7.000 mahasiswa dan ini dipertanyakan. Kalau IT ini dikembangkan mestinya kebutuhan SDM stagnan atau berkurang. Dari COVID-19 dilihat dari sisi Kementerian Keuangan, ternyata sudah kelebihan pegawai terutama di level yang sifatnya teknis. Tahun 2019 tidak melakukan penerimaan karena waktu itu begitu work from home langsung kelihatan.
Pihak PKN STAN merumuskan ulang program pendidikan yang ada. Melalui 3 program Diploma IV yang dibuka saat ini, nantinya lulusan PKN STAN tetap bisa bekerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Hanya saja, penempatannya akan mengacu pada prestasi akademik dan kriteria lain yang ditetapkan pihak kampus.PKN STAN saat ini hanya membuka 3 prodi, yakni akuntansi sektor publik, manajemen keuangan negara, dan manajemen aset publik. Ketiganya, menurut Rahmadi masih dibutuhkan untuk mengisi kekosongan di kementerian-kementerian. (Sy/Google)
Discussion about this post