Balipustakanews.com, Jakarta – Pemerintah memastikan mulai Januari 2026, seluruh game online yang belum memiliki rating resmi dari Indonesia Game Rating System (IGRS) akan dikenai sanksi tegas, termasuk pemblokiran total di seluruh Indonesia. Peringatan ini disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Alexander Sabar, usai Anugerah Jurnalistik Komdigi di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
“Januari 2026 akan strict berlaku full. Game online yang tidak comply terhadap aturan akan ada sanksi administrasi,” ujar Alexander. Ia menegaskan bahwa selama ini IGRS sudah diberlakukan, namun penegakannya masih longgar dan tak akan ada lagi toleransi mulai tahun depan.
Alexander menjabarkan bahwa proses penindakan akan dilakukan bertahap, mulai dari surat pemberitahuan, teguran tertulis pertama dan kedua, denda administratif, hingga pemutusan akses penuh oleh operator telekomunikasi dan ISP. “Modelnya sama seperti yang selama ini kita lakukan pada PSE lain. Paling ujung ya pemblokiran,” jelasnya.
Di tengah kekhawatiran gamer mengenai konten kekerasan, Alexander menekankan bahwa IGRS memiliki kategori rating yang jelas seperti SU, 3+, 7+, 13+, 16+, hingga 18+, mirip dengan ESRB dan PEGI. “Tidak semua game yang ada unsur kekerasannya langsung jelek. Ada kategorinya,” tegasnya.
Karena itu, game populer seperti Mobile Legends, Free Fire, maupun Valorant yang sudah memiliki rating resmi tidak perlu cemas, selama rating yang dipakai adalah rating IGRS, bukan rating luar negeri. Sebaliknya, sejumlah game besar yang belum terdaftar mulai dari Roblox (masih diproses), Genshin Impact, Honkai: Star Rail, hingga banyak game PC di Steam dan Epic Games Store—berpotensi terkena blokir pada Januari 2026.
Publisher diwajibkan mendaftarkan game mereka untuk memperoleh sertifikasi IGRS sebelum akhir 2025 agar tetap dapat diakses di Indonesia. Kebijakan ini diperkuat revisi PP 71/2019 atau PP Tunas, yang memberi Komdigi kewenangan lebih luas untuk menjatuhkan sanksi administratif tanpa melalui proses peradilan. “PP Tunas ini menguatkan aturan tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik yang sudah ada,” tutup Alexander. (prn)





