BALIPUSTAKANEWS – Tilem adalah rerahinan atau hari suci bagi umat hindu,dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Ida Sang Hyang Widhi. Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (krsna paksa).
Hari suci tilem dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari suci tilem, bertepatan dengan Sanghyang Surya beryoga memohon keselamtan kepada Ida Sang Hyang Widhi.
Pada hari suci suci demikian itu sudah seyogyanya para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir batin dan melakukan upacara persembahyangan dan mengaturkan yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi.
Hari raya Tilem sering dikenal dengan hari bulan mati (Krsna Paksa). Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut, langit gelap semalaman tanpa sinar bulan karena posisi bulan berada diantara bumi dan matahari.
Makna Hari Raya Tilem
Bulan tilem sering diumpamakan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut karena jika pikiran seseorang keruh dan dirasuki oleh sifat-sifat angkara murka, maka dapat dikatakan bulan tersebut dewatanya sedang menyusut menuju kegelapan (tilem).
Pengaruh maya/kegelapan diumpamakan dengan bulan mati/tilem. Dalam pikiran manusia jika atma tattwa yang mendominasi maka seseorang akan menjadi bijaksana, penuh kasih sayang dan memiliki budi pekerti luhur. Namun jika maya/kegelapan yang mendominasi maka seseorang akan mudah sekali dihinggapi oleh sifat-sifat yang buruk.
Perayaan hari raya Tilem dimaksudkan agar manusia dapat menumpaskan kegelapan dalam dirinya. Kegelapan tersebut tercakup dalam konsep Sad Ripu yang terdiri dari Kama (Hawa Nafsu), Krodha (Kemarahan), Lobha (Ketamakan), Moha (keterikatan), Mada (kesombongan) dan Matsarya (iri hati dan kedengkian).
Menurut Lontar Purwana Tattwa Wariga, persembahan yang dilakukan pada hari raya Tilem dimaksudkan agar setiap umat Hindu yang tekun melakukan persembahyangan dan rangkaian kegiatan yadnya, pada saat meninggal, rohnya dapat terhindarkan dari jalan yang sesat (neraka) dan oleh Sang Hyang Yamadipati, roh orang tersebut dapat diberikan arah menuju swarga loka.
Dalam lontar Purwa Gama, Umat Hindu dituntun agar selalu ingat dalam melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari raya Purnama dan hari raya Tilem, untuk senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kesucian diri, karena semua makhluk hidup pada akhirnya akan kembali kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ,tergantung dari tingkat kesucian masing-masing.
Proses penyucian diri dalam lontar ini menekankan pada ‘’Suci laksana’’ karena pada pelaksanaannya memiliki makna yang tinggi, dimana telah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga sehingga dapat menyucikan Stula Sarira (badan kasar), Sukma Sarira (badan halus) dan Antah Karana Sarira (Atma) yang berada dalam diri manusia.
Discussion about this post