Balipustakanews.com, Denpasar – Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) memberikan tanggapan terkait Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 mengenai Gerakan Bali Bersih Sampah. SE tersebut melarang peredaran air minum dalam kemasan plastik berukuran di bawah satu liter di Bali.
Ketua Umum DPP ASPADIN, Rachmat Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya masih menelaah isi SE tersebut. Namun, ia menyampaikan keberatan karena kebijakan itu dinilai dapat merugikan sektor industri.
“Kalimat larangan produksi dan distribusi dalam SE tentu berpotensi berdampak buruk bagi industri dan perdagangan,” ungkap Rachmat, Selasa (8/4).
Rachmat menambahkan bahwa ASPADIN berencana berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Provinsi Bali terkait kebijakan ini. Ia menekankan bahwa ASPADIN berkomitmen terhadap isu lingkungan hidup.
“Berdasarkan data, kemasan air minum dalam kemasan (AMDK), khususnya botol plastik, memiliki tingkat daur ulang tertinggi di Indonesia,” tegasnya.
Menurut Rachmat, produsen AMDK terus berinovasi agar produknya semakin ramah lingkungan, misalnya dengan mengurangi berat plastik yang digunakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster mengancam akan mencabut izin usaha perusahaan yang tidak mematuhi SE Nomor 9 Tahun 2025. Ia berharap upaya ini mampu mengurangi volume sampah plastik dari kemasan air minum.
Pemerintah Provinsi Bali mendorong masyarakat beralih menggunakan wadah air yang dapat digunakan berulang kali, seperti tumbler. Koster juga membantah bahwa aturan ini akan mematikan usaha para produsen, dan menilai ini sebagai langkah bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
“Silakan berproduksi, tapi jangan mencemari lingkungan. Bisa menggunakan botol kaca, seperti produk di Karangasem, Balian yang kemasannya bagus,” ujar Koster saat konferensi pers di Jayasabha, Denpasar, Minggu (6/4).
Koster menjelaskan, penerbitan SE ini didasari oleh kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bali yang sudah penuh. Ia mendorong pengelolaan sampah yang lebih progresif dari hulu ke hilir untuk menghindari krisis lingkungan. (DTK/PR)
Discussion about this post