Balipustakanews.com, Bangli – Sebanyak 200 usaha mikro dan kecil (UMK) di Kabupaten Bangli, Bali, mendapatkan sertifikasi halal gratis. Sertifikasi halal gratis difasilitasi oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangli. Seremonial penyerahan sertifikat halal dilakukan di Desa Penglipuran, Bangli.
Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati mengungkapkan apresiasi atas kepedulian pemerintah daerah di Bali, khususnya Disperindag Bangli terhadap pelaku UMK. Menurutnya, sertifikasi halal memiliki dua fungsi. Pertama, sertifikasi halal merupakan bentuk kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi yang berlaku.
“Seperti diketahui bersama, pemerintah telah memberlakukan wajib halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia. Ini menjadi satu keharusan bagi pelaku usaha jika produknya ingin diperdagangkan di Indonesia,” jelas Muti Arintawati dalam siaran pers, Selasa (5/3).
Kedua, dengan sertifikasi halal, proses produksi sebuah usaha akan lebih sistematis dan mudah ditelusuri. Hal ini karena sertifikasi mewajibkan adanya tim manajemen halal sebagai pihak yang bertanggung jawab atas jaminan kehalalan produk, mulai dari bahan baku, fasilitas produksi, hingga produk sampai ke tangan konsumen.
Sertifikasi halal gratis merupakan bentuk pre-event program Festival Syawal LPPOM MUI 1445 H. Program ini merupakan bentuk corporate social responsibility (CSR) LPPOM MUI yang rutin dilaksanakan sejak tiga tahun terakhir berupa bimbingan teknis dan fasilitasi sertifikasi halal secara gratis atau subsidi untuk UMK.
Tahun ini, fasilitasi sertifikasi halal gratis melalui program Festival Syawal kembali digelar dengan menargetkan pelaku usaha mikro yang berada di destinasi wisata favorit untuk menunjang pertumbuhan ekonomi melalui wisata halal.
Hal ini merupakan upaya konkret LPPOM MUI dalam membantu pemerintah menyukseskan implementasi regulasi serta bentuk kepedulian LPPOM MUI kepada pelaku usaha mikro dalam hal kepatuhan regulasi dan memberikan nilai tambah terhadap produknya.
Kadisperindag Bangli I Wayan Gunawan mengutarakan pelaku usaha di Bangli telah melakukan lompatan pada bisnisnya. Sebab, sertifikasi halal tak sekadar pemenuhan regulasi, tetapi menjadi upaya untuk memberikan nilai tambah terhadap sebuah produk.
“Hal ini pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Bangli,” ungkap Gunawan.
Jawab Tantangan Regulasi Wajib Halal
LPPOM MUI melakukan berbagai upaya dalam menjawab tantangan regulasi wajib halal. Aturan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta turunannya. Sertifikasi halal produk ini dilakukan secara bertahap berdasarkan kategori produk.
Masa penahapan wajib sertifikasi halal yang terdekat akan habis masa tenggang pada 17 Oktober 2024. Masa tenggang ini berlaku untuk produk makanan dan minuman.
Sayangnya, tak hanya produk akhir makanan dan minuman yang wajib sertifikasi halal tapi seluruh bahan yang terlibat seperti bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong. Selain itu, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan juga termasuk yang terkena kewajiban sertifikasi halal.
Muti menegaskan regulasi wajib menjadi tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan industri halal Indonesia. Pihaknya mengaku siap dalam menghadapi wajib halal pada Oktober 2017. Tentu hal ini bukan tanpa alasan. Untuk menjalankan fungsi LPH, LPPOM MUI terus melakukan penguatan di seluruh lini lembaga.
LPPOM MUI telah memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi di seluruh Indonesia untuk memudahkan proses pemeriksaan kehalalan produk di seluruh daerah di Indonesia, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah (UKM).
Selain itu, LPPOM MUI juga memiliki serangkaian program peningkatan kompetensi bagi lebih dari 1.000 auditor yang tersebar di seluruh Indonesia. Berbagai program layanan untuk kantor perwakilan di provinsi juga terus digencarkan demi pelayanan yang cepat, tepat, dan profesional.
Guna melengkapi proses pemeriksaan kehalalan produk, LPPOM MUI membentuk laboratorium halal yang memiliki beragam jenis pengujian, mulai dari uji DNA babi, daya tembus air, kandungan alkohol, dan sebagainya. LPPOM MUI juga dilengkapi dengan CEROL-SS23000. Dengan sistem online ini, pelaku usaha dapat mengakses proses pemeriksaan kehalalan produknya kapan dan di mana pun berada.
“Kami sangat serius mempersiapkan berbagai program untuk menguatkan LPPOM MUI seluruh Indonesia sebagai satu entitas, sehingga semakin solid dan bekerja dengan terstandaridisasi. Dengan begitu, pelaku usaha bisa mendapatkan pelayanan dan hasil yang sama. Ini menjadi satu tantangan besar bagaimana kita tetap bisa menjaga kualitas kerja kita dan tetap bisa terus bersaing,” jelas Muti.
Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan menyebutkan seluruh stakeholder harus siap dan bekerja sama menghadapi regulasi ini. Terlebih persaingan antar-Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) semakin ketat.
“Regulasi JPH diharapkan mampu mendorong produk halal Indonesia semakin terdepan. Berbagai pihak, termasuk LPH LPPOM MUI, perlu mempersiapkan Oktober 2024, agar perubahan sifat sertifikasi halal dari voluntary ke mandatory ini berjalan dengan lancar,” ungkap Amirsyah.
Bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan wajib halal akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran. Hal ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149. Dalam hal penetapan denda administratif, pelaku usaha bisa dikenakan paling banyak Rp 2 miliar. (PR/DTK)
Discussion about this post