BALIPUSTAKANEWS – Bagi masyarakat Hindu, hampir setiap jenis kegiatan ibadah mempunyai makna yang mendalam. Salah satunya Tumpek Wariga, selain memiliki makna spiritual terdapat juga upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Tumpek Wariga merupakan aktivitas yang sakral dan spesial bagi umat Hindu Bali. Cara pelaksanaannya tidak bisa dilakukan sembarang waktu. Apalagi, Hari Raya Tumpek Wariga merupakan salah satu kegiatan wajib yang dilakukan sebagai rangkaian dari perayaan Hari Raya Galungan oleh masyarakat Hindu Bali, tepatnya pada hari Saniscara Kliwon Wuku Warigadian yang jatuh 25 hari sebelum Galungan. Pelaksanaannya tak kalah penting dibandingkan dengan perayaan Galungan itu sendiri.
Masyarakat Bali menyebut Tumpek Wariga dengan berbagai nama. Mereka bisa saja menamakan hari tersebut sebagai Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, atau bisa pula disebut dengan hari Tumpek Bubuh. Pada momen ini, mereka akan berbondong-bondong melakukan pemujaan kepada Isa Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi sebagai Sang Hyang Sangkara.
Siapa Sang Hyang Sangkara yang Dipuja Pada Hari Raya Tumpek Wariga?
Sang Hyang Sangkara, seperti yang telah disebutkan, merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa. Beliau memiliki tugas khusus dan sangat penting sebagai pelindung bagi tumbuh-tumbuhan. Menurut konsep Dewata Nawa Sanga, Sang Hyang Sangkara menjadi penguasa dari arah barat laut.
Sang Hyang Sangkara kerap disimbolkan sebagai pemilik warna hijau. Lokasi pura yang menjadi pemujaan Sang Hyang Sangkara bisa dijumpai pada Pura Pucak Mangu yang ada di Desa Pelaga, Badung. Pemujaan kepada Sang Hyang Sangkara bertujuan agar tetap memperoleh anugerah tanaman yang tumbuh subur dan berbuah.
Discussion about this post