Balipustakanews.com, Buleleng – Bali tak hanya dikenal lewat panorama alamnya yang memesona dan pura-pura suci yang megah, tetapi juga lewat warisan seni tradisi yang hidup di tiap sudut pulaunya. Dari bagian utara Pulau Dewata, tepatnya di Desa Cempaga, Buleleng, lahir sebuah tarian sakral yang belum banyak dikenal Tari Selir, yang juga disebut Tari Darot.
Tarian ini tumbuh dari kehidupan masyarakat desa tua di Buleleng dan menjadi bagian penting dari upacara adat serta perayaan besar di desa. Nama Darot diyakini berasal dari bahasa Bali kuno yang berarti “gerak lembut” atau “selir,” menggambarkan keanggunan, kelembutan, dan daya tarik perempuan Bali.
Makna dan Filosofi
Lebih dari sekadar pertunjukan, Tari Selir menjadi media spiritual yang mencerminkan keseharian masyarakat agraris di Buleleng. Setiap gerakan memiliki makna syukur, penghormatan, dan kebersamaan.
Bagi warga Cempaga, tarian ini juga menjadi simbol keseimbangan antara sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasatmata). Mereka percaya Tari Selir merupakan wujud hadirnya Ida Batara di Pura Puseh Desa Bale Agung maupun di merajan dadia (pura keluarga) masyarakat setempat.
Unsur Sakral dan Penampilan
Tari Selir biasanya dibawakan oleh lima penari perempuan atau lebih, yang diyakini menari dengan tuntunan kekuatan suci. Para penari seringkali berada dalam kondisi trans, membuat tarian ini memiliki nuansa magis yang kuat.
Busananya khas Bali, dengan warna-warna cerah dan gelungan megah yang menambah kesan anggun. Tari ini hanya ditampilkan pada momen-momen istimewa seperti Hari Raya Kuningan atau Karya Agung Muayon, menjadikannya simbol spiritualitas dan keindahan budaya yang menyatu. (pr)
Discussion about this post