Balipustakanews.com, Denpasar – Wacana untuk melegalkan tajen atau sabung ayam di Bali memicu perdebatan di tengah masyarakat. Kepolisian Daerah (Polda) Bali menegaskan bahwa selama unsur perjudian masih diatur dalam Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka segala bentuk perjudian tetap dilarang dan akan ditindak, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara.
“Selama aturan perjudian masih tercantum dalam hukum positif, maka tugas kami tetap menegakkan hukum. Jadi, perjudian tetap tidak diperbolehkan berdasarkan ketentuan yang berlaku,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol. Ariasandy, saat ditemui di kantornya, Selasa (24/6/2026).
Ia menekankan bahwa fokus hukum pidana terhadap tajen adalah pada praktik judinya. Namun, menurut Ariasandy, jika sabung ayam dilakukan tanpa unsur taruhan, maka tidak tergolong sebagai tindakan kriminal.
Polda Bali tetap menghormati budaya dan adat istiadat lokal. Ariasandy menyebut bahwa pengambilan kebijakan terkait legalitas tajen merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Bali.
“Kami tinggal di masyarakat yang memiliki norma dan kearifan lokal. Kami sebagai aparat hukum menghormati hal tersebut. Tapi, selama Pasal 303 masih berlaku, maka praktik perjudian tetap dilarang,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa Pasal 303 KUHP dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara hukum dan nilai budaya yang telah disepakati oleh masyarakat. “Hukum berprinsip pada keadilan. Itu yang menjadi dasar pertimbangan dalam penegakan hukum,” jelasnya.
Wacana legalisasi tajen mengemuka pasca insiden berdarah di arena sabung ayam di Kintamani, Bangli, yang menewaskan Komang Alam Sutawan. Beberapa anggota DPRD Bali kemudian mengusulkan agar tajen dilegalkan.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Suwirta, mengakui bahwa usulan ini menimbulkan polemik. Ia menyampaikan bahwa tajen dalam konteks upacara keagamaan atau yang dikenal sebagai tabuh rah tidak perlu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda), karena sudah menjadi bagian dari ritual keagamaan umat Hindu.
“Kalau untuk tabuh rah, saya kira tak perlu diperdakan karena itu termasuk dalam upacara,” kata Suwirta.
Dalam praktik tabuh rah, sabung ayam dilakukan sebagai bagian dari ritual suci, di mana darah ayam digunakan untuk sesajen. Tidak ada unsur perjudian dalam pelaksanaannya.
“Dalam konteks tersebut, tajen dipandang sebagai bagian dari budaya yang harus dijaga,” pungkas Suwirta. (dtk/pr)
Discussion about this post