BALIPUSTAKANEWS – Kehidupan itu di ibaratkan seperti roda yang sedang berputar, kadang di atas maupun di bawah. Sama Halnya dengan kehidupan, kadang baik dan kadang juga buruk bukan ?.
Di waktu yang tak terduga hidup bisa berubah jadi cecunguk bejat yang merusak tatanan yang sudah tertata rapi sedemikian rupa. Namun bukan karena ini ‘kan kita seharusnya kita berhenti percaya? Ada kekuatan besar yang mengendalikan segalanya. Saat hidup sedang terasa bejat-bejatnya, 6 hal sederhana ini membuat kita bertahan dan percaya. Nanti. Hal baik pasti tiba.
1. Kondisi ini boleh terasa meremukkan. Tapi kamu hanya akan jadi martir selepas keluar dari gempuran kesulitan
Tidak ada tantangan dan cobaan yang sia-sia. Gempuran rasa sakit yang melanda tentu punya tujuan baik di baliknya. Jika mau percaya, tentu Dia punya rencana besar dan baik yang sekarang belum kasat mata ‘kan?
Selepas semua yang kamu hadapi, setelah kamu lupa rasanya bahagia dan tidak menangis di ujung-ujung malam yang sepi — kamu hanya akan jadi lebih tangguh menghadapi semua kebejatan yang hidup beri. Semua ujian ini akan membentukmu jadi orang yang tak sama lagi. Hidup yang bumpy mendidikmu jadi martir yang tak lagi gentar menghadapi apapun yang semesta minta untuk dinikmati.
2. Dari semua rasa sakit di dunia, ini hanya sepersekian. Bukankah hidup juga tidak akan lebih mudah di masa depan?

Tantangan sebagai manusia tidak akan berhenti di sini. Setelah lulus dari “cengkeraman” Dosen Pembimbing Skripsi hidup membawamu ke ganasnya pintu lain yang bernama mencari pekerjaan dan di supervisi. Kewajiban dan tanggung jawab sebagai orang dewasa hanya akan bertambah tiap harinya. Tak ada lagi kata mundur setelahnya.
Kamu boleh merasa jadi pesakitan setelah mendapat kritik tajam dari atasan. Kepercayaan dirimu boleh runtuh setelah dihadapkan pada kegagalan. Tapi hidup toh masih panjang. Rasa sakit yang mendera saat ini hanya sepersekian. Masih banyak ragam sakit lain yang akan berdatangan.
3. Merengek, sekilas tampak mengurangi lelah. Tapi berusaha sembari berpasrah sesungguhnya membuat ini lebih mudah

Membiarkan dunia tahu apa yang kamu rasa memang terlihat mengurangi beban di kepala. Simpati dari orang-orang di sekitar membuatmu merasa tak sendirian. Ada mereka yang nampaknya turut mendukung dalam berbagai keadaan. Namun jika mau dilihat lebih dalam lagi, bukankah rengekan di sosial media justru menyia-nyiakan energi?
Saat kita sibuk mengeluh, kita telah kehilangan waktu untuk mengubah nasib lewat simbahan peluh. Rengekan manja di Twitter dan keluhan sepanjang cerpen di Path juga tidak akan berarti apa-apa. Banyaknya retweet dan love di sana tak membuat masalah selesai seketika.
Kita selalu bisa memilih untuk jadi anak manja; atau jadi orang gigih yang berani mengalahkan dunia. Bukankah lebih terhormat jadi yang kedua?
4. Ada tangan tak terlihat yang sudah mengatur segalanya. Sesekali lebih baik jadi “buta” dan percaya pada rute semesta

Tidak enak memang menjalani sesuatu tanpa tahu apa yang di ujung sedang menunggu. Kita terlalu terbiasa dengan transparansi dan akuntabilitas. Hingga padaNya pun rasa menuntut dan enggan percaya bisa muncul tanpa batas. Saat hidup sedang sulit-sulitnya wajar memang jika kita berteriak,
Hanya saja, tolong sekali ini maukah kita belajar bersama-sama untuk percaya? Barangkali kita hanya sedang dibutakan sementara. Sebab jalan semesta terlalu sempurna untuk dibaca dengan mata gegabah kita sebagai manusia. Tak perlu lah khawatir berlebihan. Toh, Tuhan ada.







Discussion about this post