BALIPUSTAKANEWS – Asal-usul Otonan ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dari kata weton dan diubah menjadi oton yang artinya lahir atau menjelma ke dunia. Makanya kamu harus bersyukur sama Tuhan, karena sudah dikasih kesempatan sekali lagi untuk menjadi manusia
Secara etimologi, Otonan adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati setiap 210 hari sekali. Dalam lontar Pawacakan, Otonan memiliki makna mensyukuri atas semua karunianya kepada kamu.
Tradisi Hindu juga mempercayai, kalau menentukan Otonan harus menggunakan sapta wara, panca wara, dan wuku. Jadi, tidak bisa sembarangan, karena semua itu sangat memengaruhi perilaku serta jalan hidup seseorang. Jadi, memang didalam hidup itu sesungguhnya tidak boleh sembarangan ya. Pelaksanaan upacara ini harus dilakukan sejak bayi berusia 210 hari. Selanjutnya, upacara tersebut dilakukan secara rutin hingga ajal menjemput.
Otonan tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah, yang terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan otonan. Tidak ada gunanya otonan yang besar namun si anak tidak pernah diajarkan untuk sungkem dan hormat pada orang yang lebih tua, akan sia-sia upacara otonan itu jika hanya untuk pamer kepada tetangga. Otonan harus dapat merubah perilaku yang tidak benar menjadi tindakan yang santun, hormat, bijaksana dan welas asih baik kepada orang tua, saudara, dan masyarakat.
Otonan yang dilaksanakan dengan sadhana akan mengarahkan orang tersebut kepada realisasi diri yang tertinggi. Karena dalam upacara otonan terkandung makna bahwa kita berasal dari Brahman dan harus kembali kepadaNya.
Tujuan dari pelaksanaan upacara Otonan adalah Untuk memperingati kelahiran seseorang, dengan demikian yang bersangkutan mengetahui pada hari apa ketika dilahirkan dan berapa tahun umurnya pada saat upacara Otonan dilaksanakan. Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan “Bhutakala, Dengen dan sejenisnya” (mahluk-mahluk gaib yang suka mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi cemerlang.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan kerabat terdekat. Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan bhusana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga. Mesyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Hyang Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan-Nya untuk menjelma sebagai umat manusia.
Demikian pula mempersembahkan puji syukur atas karunia dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh yang bersangkutan. Demikian antara lain tujuan pelaksanaan upacara Otonan yang patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahtraan dan kebahagiaan.
Discussion about this post