BALIPUSTAKANEWS – Di Bali ada banyak perayaan hari raya, salah satunya Soma Ribek. Hari kedua setelah perayaan Saraswati dikenal dengan Soma Ribek. Dimana Soma Ribek adalah hari bagaimana pengetahuan itu paling tidak bisa digunakan untuk tetap membuat “dapur tetap ngebul”. Dalam hal ini adalah bagaimana pengetahuan itu diisyaratkan bisa digunakan untuk kemakmuran diri serta keluarga.
Hari Soma Ribek jatuh pada hari Senin Pon-Sinta dimana umat Hindu Dharma melakukan Widhi widana atau pemujaan kepada Sanghyang Tri Pramana yaitu Dewi Sri, Sadhana dan Dewi Saraswati dengan menghaturkan upakara di lumbung dan di pulu (tempat beras). Makna dari hari suci Soma Ribek adalah hari suci untuk mensyukuri turunnya kemakmuran yang berupa padi dan beras pada khususnya dan pangan pada umumnya.
Dalam lontar Sundarigama yang merupakan lontar yang digunakan sebagai tuntunan dalam melaksanakan upacara yadnya di Bali dikatakan:
Wuku Sinta, Soma Pon, ngaran Soma Ribek, mangereti ring Sang Hyang Tri Murti ungguan ring lumbung, paryangan, widi-widane, nyanyah geringsing.
Berdasarkan terjemahan Lontar Sundarigama yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Kabupaten Tabanan tahun 1976, disebutkan: Coma Pon Sinta disebut juga Coma Ribek, hari puja wali Sang Hyang Sri Amrta, tempat bersemayamannya adalah di Lumbung.
Soma Ribek merupakan salah satu hari raya yang erat hubungannya dengan Saraswati. Pengetahuan yang berguna bagi khalayak akan berguna pula menciptakan kemakmuran bagi yang berpengetahuan itu. Untuk itu sekehendaknya manusia mau mencari pengetahuan serta belajar pengetahuan itu sedemikian rupa agar kehidupannya tidak kekurangan. Tidak kekurangan artinya bagaimana pengetahuan itu dipergunakan untuk membuat sekarung beras tetap ada di dapur sebagaimana kemakmuran hidup itu tercipta pada dasarnya.
Pakem-pakem yang ada adalah agar pengetahuan itu digunakan sesuai dengan kebenaran atau dharma serta berhubungan dengan swadarma masing-masing pemilik pengetahuan itu. Pengetahuan tentang bagaimana swadarma itu terbentuk adalah bagian dari bagaimana pemilihan bagian diri.
Yang menarik, pada hari suci Soma Ribek ada tradisi berpantang untuk menumbuk padi dan menjual beras. Pantangan untuk menumbuk padi dan menjual beras ini tersurat dalam lontar Sundarigama. Yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan dikutuk Ida Batara Sri “Ikang wang tan wenang anambuk pari, ngadol beras, katemah denira Batara Sri.”
Yang mesti dilakukan oleh umat manusia saat hari suci Soma Ribek adalah memuja Sang Hyang Tripramana (Dewa penguasa tiga situasi dunia) yakni kenyataan, tanda-tanda dan falsafah agama (tatwa).
(Sy/Google)







Discussion about this post