Balipustakanews.com, Denpasar – Mayoritas produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) menyatakan kesediaannya untuk menghentikan produksi botol plastik berukuran di bawah satu liter. Seluruh lapisan masyarakat, dari tingkat pemerintahan tertinggi hingga desa, sepakat untuk tidak lagi memakai plastik sekali pakai.
Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster, saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Badung pada Kamis (5/5). Namun, kebijakan tersebut dinilai belum menyentuh akar persoalan secara menyeluruh.
Ni Wayan Riawati, pemimpin Yayasan Bali Wastu Lestari, menilai bahwa jika hanya plastik sekali pakai yang dilarang, maka akan muncul pengganti lain yang tetap bermasalah, seperti gelas kertas (paper cup) yang mengandung campuran plastik dan kertas. Ia menekankan bahwa larangan seharusnya mencakup semua jenis produk sekali pakai, bukan hanya plastik.
Ria menjelaskan bahwa paper cup justru sulit untuk didaur ulang dan tidak memiliki nilai jual karena material campurannya. Meski begitu, ia tetap mendukung kebijakan pelarangan plastik karena mampu mengurangi volume sampah, meskipun pelaksanaannya di masyarakat tidak mudah. Ia juga menyoroti kebiasaan masyarakat Bali, terutama dalam konteks upacara keagamaan, yang masih menggunakan botol air kemasan kecil.
Dari data lapangan, sekitar 70% sampah yang dihasilkan bersifat organik, sementara 20% sisanya terdiri dari sampah non-organik seperti plastik, kertas, dan kaca. Untuk jenis plastik sendiri, volumenya sekitar 11%.
Ria mengungkapkan bahwa botol plastik kecil adalah jenis sampah yang paling banyak dicari karena harganya yang relatif tinggi dan mudah untuk didaur ulang. PET (Polyethylene Terephthalate) utuh dengan tutup bisa mencapai harga Rp 3.000 per kilogram.
Di gudang Bank Sampah Bali Wastu Lestari, botol plastik sekali pakai masih mendominasi. Ria merasa bahwa kebijakan ini masih belum menyentuh jenis sampah dengan potensi daur ulang tertinggi. Ia berharap kebijakan pengelolaan sampah juga bisa mendukung pengurangan emisi karbon dan mendorong kolaborasi dengan titik pengumpulan sampah.
“Kolaborasi dengan titik pengumpulan sangat penting. Konsepnya harus sederhana dan mudah diterapkan,” pungkasnya. (kmp/pr)






Discussion about this post