Balipustakanews.com – Harga Bitcoin kembali tertekan pada awal pekan ketiga November 2025, melanjutkan koreksi yang terjadi sepanjang pekan sebelumnya. Pada Senin (17/11/2025), BTC diperdagangkan di kisaran 93.876,6 dollar AS atau sekitar Rp 1,57 miliar per koin, turun 1,6 persen dari penutupan hari sebelumnya. Bahkan, harganya sempat menyentuh 93.043,9 dollar AS (sekitar Rp 1,55 miliar), posisi terendah sejak akhir April 2025.
Jika dibandingkan pembukaan pekan kedua November, nilai Bitcoin sudah melemah hampir 7 persen. Namun pada saat laporan ini ditulis, harga sempat pulih ke kisaran 95.400,87 dollar AS (sekitar Rp 1,59 miliar), menurut data Coinmarketcap.
Tekanan tersebut muncul seiring meredupnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Pasar sebelumnya menilai peluang pemotongan suku bunga cukup besar pada pertemuan bulan depan, namun probabilitas itu turun tajam belakangan ini. Kondisi tersebut membuat investor menghindari aset berisiko seperti kripto. Ketidakpastian yang meningkat akibat tertundanya rilis data ekonomi AS juga turut membebani sentimen.
Koreksi tak hanya terjadi pada Bitcoin. Ethereum melemah ke 3.173 dollar AS (sekitar Rp 52 juta) per koin, sementara XRP terkoreksi 2,1 persen menjadi 2,21 dollar AS (sekitar Rp 36.918). Crypto Fear & Greed Index berada pada level 10, yang dikategorikan sebagai “extreme fear”, sama seperti posisi sehari sebelumnya.
Analis kripto Ali Martinez menyebut Bitcoin telah keluar dari pola pergerakan harganya. Menurut dia, kondisi itu membuka peluang penurunan lebih dalam hingga sekitar 83.500 dollar AS (sekitar Rp 1,39 miliar) per koin. Sementara analis Benjamin Cowen menilai Bitcoin kini memasuki fase “death cross”, sinyal negatif yang muncul ketika tren jangka pendek turun melewati tren jangka panjang dan mengindikasikan potensi koreksi lanjutan.
Cowen menegaskan bahwa Bitcoin perlu menunjukkan penguatan pada pekan berikutnya agar siklus harganya tetap terjaga. Jika tidak, ia memperkirakan BTC bisa turun hingga mendekati rata-rata pergerakan 200 hari. Ia juga mengingatkan pengguna untuk “membaca pasar apa adanya, bukan seperti apa yang diharapkan”. (*/prn)




