Balipustakanews.com, Denpasar – Gubernur Bali, Wayan Koster, secara resmi menutup Bulan Bahasa Bali ke-7 tahun 2025 dalam acara yang berlangsung meriah di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya (Art Center) Denpasar, pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Dalam pidatonya, Gubernur Koster tidak hanya menyampaikan pesan serius tentang pentingnya pelestarian bahasa dan budaya Bali, tetapi juga sempat melontarkan candaan terkait tantangan penggunaan bahasa Bali di kalangan anggota DPRD Bali.
“Titiang dengar kabar DPRD enggan menggelar sidang setiap Kamis karena harus menggunakan bahasa Bali. Saat harus berdebat menyusun Perda dalam bahasa Bali, mereka kesulitan. Bahkan titiang juga begitu,” ucap Koster, yang disambut tawa para tamu dan pejabat yang hadir.
Koster kemudian menambahkan dengan nada santai, “Ampura niki, Ampura niki.”
Meski disampaikan secara humoris, Koster menegaskan pentingnya mempersiapkan generasi muda Bali yang mampu menjaga identitas, karakter, dan jati diri budaya Bali.
“Kalau titiang sudah sepuh, misalnya usia 90 tahun nanti, mungkin sudah lewat. Tapi anak-anak muda tidak boleh seperti titiang. Harus benar-benar mampu menjaga identitasnya sebagai orang Bali,” tuturnya.
Ia juga mendorong masyarakat Bali agar bangga menggunakan aksara, bahasa, dan budaya daerah dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencontohkan negara-negara seperti Jepang, Korea, Thailand, China, dan India yang tetap setia pada aksara dan budayanya.
Koster turut menyinggung pentingnya aksara Bali sebagai warisan nenek moyang yang memiliki nilai spiritual dan estetika tinggi.
“Kita tak tahu siapa pencipta aksara Bali, kapan dan di mana dibuatnya pun tak jelas. Tapi kita diwarisi sesuatu yang begitu indah dan penuh taksu,” ujarnya.
Sebagai bentuk komitmen, Koster menegaskan akan memperketat penerapan regulasi terkait penggunaan aksara Bali pada papan nama jalan, kantor pemerintahan, fasilitas umum, hingga sektor swasta.
“Di periode kedua ini, titiang akan bertindak lebih tegas. Dulu di periode pertama, karena ada pandemi, titiang belum bisa maksimal. Sekarang akan keras dan tegas,” tegasnya.
Penutupan Bulan Bahasa Bali ke-7 menjadi ajang penting untuk memperkuat upaya menjaga warisan budaya dan bahasa Bali agar tetap hidup dan relevan bagi generasi muda di tengah tantangan globalisasi. (kbs/pr)






Discussion about this post