Balipustakanews.com, Denpasar – Gubernur Bali Wayan Koster, didampingi Wakil Gubernur I Nyoman Giri Prasta, mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor pariwisata untuk bersama-sama mewujudkan pariwisata Bali yang berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat. Ajakan tersebut disampaikan dalam arahannya di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center, Denpasar, Kamis (30/10/2025).
Dihadapan Ketua PHRI Bali Prof. Tjok Oka Sukawati dan seluruh pelaku pariwisata, Gubernur Koster menegaskan bahwa arah pembangunan pariwisata Bali harus sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana, serta Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025–2125. Visi besar tersebut, kata dia, diwujudkan melalui penguatan akar kebudayaan lokal seperti penggunaan Aksara Bali, pemakaian busana adat Bali, penguatan desa adat, dan pemajuan kebudayaan.
“Pariwisata Bali tidak boleh hanya mengejar jumlah kunjungan, tetapi harus mencerminkan jati diri dan kebudayaan Bali. Kita ingin membangun pariwisata yang bermartabat dan berkelanjutan, berakar pada nilai-nilai luhur budaya kita sendiri,” ujar Koster.
Lebih lanjut, Gubernur menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan pariwisata budaya akan ditunjang dengan pembangunan destinasi baru, penguatan infrastruktur strategis, serta tata kelola pariwisata yang lebih berkualitas. Ia juga menekankan pentingnya sinergi semua pihak dalam mengoptimalkan pemanfaatan Pungutan Wisatawan Asing (Tourist Levy) agar memberikan manfaat nyata bagi pelestarian budaya dan lingkungan.
“Pembangunan destinasi baru mencakup kawasan Turyapada Tower KBS 6.0 Kerthi Bali di Buleleng dan kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung. Sementara infrastruktur strategis yang akan digarap tahun 2026 antara lain restorasi Parahyangan Pura Agung Besakih, pembangunan gedung parkir Pura Ulun Danu Batur, pembangunan akses shuttle dari Gedung Parkir Sanur ke Pelabuhan Sanur, serta pembangunan jalan baru Underpass Jimbaran,” ungkapnya.
Menurut Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng, pembangunan tersebut harus dilakukan dengan semangat kebersamaan karena pariwisata Bali, meski membawa manfaat ekonomi dan sosial, juga menimbulkan sejumlah persoalan terhadap alam, manusia, dan kebudayaan. Ia menyoroti beberapa dampak negatif seperti alih fungsi lahan, peningkatan volume sampah, ancaman ketersediaan air bersih, kemacetan, dan ketimpangan ekonomi antarwilayah.
“Selain itu, kita menghadapi kapasitas infrastruktur publik yang belum memadai, maraknya praktik pembelian aset dengan nama warga lokal, meningkatnya kasus narkoba, munculnya komunitas asing eksklusif, hingga penodaan tempat-tempat suci. Ini semua menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan pariwisata Bali,” tegas Koster.
Ia menutup arahannya dengan menegaskan bahwa keberhasilan pariwisata Bali masa depan bergantung pada kolaborasi dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi, kelestarian budaya, dan keharmonisan alam. (*/pr)





