Balipustakanews.com, Badung – Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda). Dalam pandangannya, regulasi tersebut perlu diperbarui agar lebih menyesuaikan dengan karakter dan potensi masing-masing daerah.
Hal itu disampaikan Koster saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi bertema Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, di The Sakala Resort Bali, Kabupaten Badung, Kamis (6/11/2025).
Koster, yang turut berperan dalam penyusunan UU tersebut semasa menjabat anggota DPR RI, mengakui bahwa setelah menjabat Gubernur, ia menyadari adanya kelemahan dalam pelaksanaannya. Salah satunya, kata dia, adalah kecenderungan penyeragaman kebijakan pusat terhadap seluruh daerah, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi dan potensi.
“Semangat penyeragaman sangat tinggi, padahal tiap daerah memiliki karakter berbeda. Akibatnya, daerah tidak bisa berkembang karena aturan yang tidak sesuai dengan potensinya,” ujar Koster.
Ia menekankan bahwa revisi undang-undang harus mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan spesifik daerah. Sebagai contoh, Bali yang berbasis budaya dan pariwisata tentu membutuhkan perlakuan berbeda dengan wilayah penghasil tambang atau sawit.
“Sekarang yang punya sumber tambang otomatis dapat dana bagi hasil. Sementara Bali yang mengandalkan pariwisata hanya menerima DAU dan DAK. Bahkan dana transfer ke daerah dikurangi Rp1,7 triliun. Namun saya sudah arahkan bupati dan walikota untuk tetap melangkah sesuai kemampuan,” ungkapnya.
Menurutnya, Bali perlu dukungan anggaran untuk pelestarian budaya, perlindungan lingkungan, serta peningkatan infrastruktur dan keamanan, mengingat daerah ini menjadi destinasi wisata dunia. “Sebagai daerah pariwisata, Bali memerlukan perlakuan berbeda, terutama dalam menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan,” jelasnya.
Gubernur Koster juga menyoroti lemahnya kewenangan provinsi dalam koordinasi pembangunan antardaerah. Ia mengusulkan agar pemerintah pusat memberikan mandat lebih besar kepada gubernur untuk menyelaraskan perencanaan dan pengawasan pembangunan.
“Selama ini penekanan otonomi ada di kabupaten/kota. Padahal, tanpa koordinasi di tingkat provinsi, pembangunan bisa berjalan sendiri-sendiri. Di Bali, saya sudah terapkan konsep satu kesatuan wilayah: Satu Pulau, Satu Pola, Satu Tata Kelola, agar tatanan Bali tidak rusak,” tegasnya.
Lebih lanjut, mantan legislator tiga periode ini juga menilai bahwa nomenklatur otonomi khusus (otsus) sebaiknya dihapus dari undang-undang. “Tak perlu lagi ada istilah otsus. Cukup beri kewenangan untuk hal-hal yang bersifat khusus sesuai kebutuhan daerah. Bali tidak perlu otsus, yang penting negara memberi ruang untuk mengatur sesuai karakternya,” katanya.
Menutup paparannya, Gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini mengusulkan agar kepala daerah dilibatkan dalam penyusunan revisi UU Otda. “Kami yang melaksanakan undang-undang ini di lapangan, jadi penting untuk ikut memberikan masukan. Saya siap bergabung dalam tim, tanpa bayaran, karena ini tanggung jawab moral,” pungkasnya.
Kemendagri dan Kemenko Polkam Apresiasi Masukan Gubernur Koster, Disebut Sesuai Amanat UUD 1945
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam RI, Mayjen TNI Heri Wiranto, menyebut kegiatan rakor ini merupakan bagian dari pembahasan harmonisasi kewenangan antara pusat dan daerah. Rakor yang dilaksanakan bersama Kemendagri ini digelar di tiga zona, dengan wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menjadi zona terakhir setelah Makassar dan Batam.
Heri Wiranto mengapresiasi pandangan Gubernur Koster yang dianggap memberikan masukan konstruktif bagi perbaikan tata kelola hubungan pusat-daerah. “Masukan beliau sangat relevan dengan kondisi di lapangan dan akan kami jadikan pertimbangan dalam menyusun revisi UU Nomor 23 Tahun 2014,” ujarnya.
Apresiasi serupa disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Prof. Akmal Malik, yang menilai gagasan Koster sejalan dengan amanat konstitusi. “Pandangan Gubernur Bali tentang pentingnya memperhatikan karakteristik setiap daerah sesuai dengan Pasal 18A UUD 1945. Masukan ini akan mewarnai bagaimana kita merancang regulasi yang berbasis kekhususan dan keberagaman,” pungkasnya. (*/pr)





