GIANYAR,BALIPUSTAKANEWS – Filosofi Tumpek Kandang ( Uye ) & Hubungannya dengan Binatang. Tumpek Kandang merupakan salah satu hari raya Hindu yang datang setiap wuku Uye. Pada hari ini umat Hindu melakukan selamatan kepada binatang peliharaan atau binatang ternak.
Sang Hyang Widhi dipuja dalam fungsi beliau sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati yang sering disebut Rare Angon atau pengembala binatang.
Tujuannya bukan menyembah binatang namun lebih kepada untuk menyebarkan kasih sayang ke semua makhluk salah satunya binatang dan tetap melestarikan jenis binatang tersebut.
Dalam ajaran Hindu, semua makhluk diyakini memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang Widhi. Doa umat Hindu sehari-hari (dalam puja Tri Sandhya) dengan tegas menyatakan Sarvaprani hitankarah (hendaknya semua makhluk hidup sejahtra) adalah doa yang bersifat universal untuk keseimbangan jagat raya dan segala isinya. Upacara selamatan kepada binatang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada semua binatang, khususnya binatang ternak atau piaraaan.
Pada saat Tumpek Kandang, hewan khususnya ternak dibuatkan otonan. Dalam prosesi ritual itu umat memohon ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi agar ternak peliharaannya diberkati kerahayuan. Tetapi, secara filsafati kembali kami tekankan, perayaan Tumpek Uye/Tumpek Kandang itu mengandung makna bahwa umat hendaknya mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Dalam konteks ekonomi, prosesi ritual itu mengamanatkan sektor pertanian dalam arti luas (peternakan) bisa dikembangkan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian masyarakat.
Dikatakannya, dalam Sarasamuscaya ada disebutkan “Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana,” yang artinya jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam. Itu artinya, umat mesti mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk. Khusus pada perayaan Tumpek Kandang, umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa Pasupati agar hewan peliharaannya diberkati kerahayuan. Sebab, hewan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Misalnya, sapi atau kerbau bagi para petani memiliki peran yang sangat besar dalam membantu aktivitas agrarisnya. Sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain dipakai membajak sawah, sapi juga membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Harga jualnya cukup menggiurkan, sehingga bisa dijadikan modal oleh petani untuk meningkatkan pendidikan bagi putra-putrinya dan membiayai keperluan hidup yang lain.
Demikian pula ternak yang lain seperti babi, kambing, ayam, itik. Bahkan, babi bagi masyarakat Hindu di Bali sering dijadikan semacam tabungan atau celengan. Ketika umat menyelenggarakan hajatan, babi tersebut dipotong atau jika kepepet uang, ternak yang sering disebut ubuhan tatakan banyu tersebut bisa dijual.
Sebagai hewan yang ditakdirkan sebagai ubuan tunu, ayam, itik, babi dan sebagainya sering dijadikan sumber protein untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk kepentingan itu hewan ternak memang terus dikembangkan. Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga agar tidak sampai mengalami kepunahan.
Untuk menjaga kepunahan satwa langka, di Bali dikaitkan dengan mitologi. Hewan-hewan tertentu dikatakan sebagai duwe Ida Batara (milik Tuhan), seperti sapi putih duwe, bojog (kera) duwe, lelawah (kelelawar) duwe, lelipi (ular) duwe dan sebagainya. Lewat mitologi seperti itu sesungguhnya umat diajak untuk menjaga dan melestarikan satwa lewat konsep religi. Mitologi seperti itu sepertinya jauh lebih kuat daripada seruan atau ajakan untuk melestarikan satwa langka.
Untuk bebanten selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut macam/golongan binatang-binatang itu antara lain:
- Untuk bebantenan selamatan bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka.
- Untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya: Tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
- Untuk bebanten sebangsa unggas, seperti: ayam, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas.
- Dan untuk pemujaan dilakukan di sanggah/merajan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak dengan persembahan (hayapan / widhi-widhana) berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian.
Discussion about this post