Balipustakanews.com, Badung – Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, berencana membongkar 45 bangunan wisata di sepanjang Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan.
Bangunan-bangunan tersebut, yang terdiri dari vila, restoran, bungalow, dan homestay, diduga berdiri tanpa izin, melanggar garis sempadan tebing, dan dibangun di zona rawan bencana.
Temuan ini diungkap dalam rapat pembahasan hasil inspeksi mendadak (sidak) izin usaha pariwisata oleh Komisi I DPRD Bali di Gedung DPRD Bali, Selasa (10/6).
Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, menegaskan bahwa bangunan-bangunan tersebut dianggap ilegal karena melanggar tata ruang, berdiri di atas tanah milik negara, dan dibangun tanpa izin resmi.
Komisi I DPRD Bali mendorong Pemerintah Provinsi Bali untuk segera memberikan sanksi administratif, seperti menghentikan pembangunan, menutup, hingga membongkar bangunan yang sudah beroperasi.
Selain itu, mereka juga meminta agar pejabat maupun pihak yang terlibat dalam pelanggaran ini diproses secara hukum pidana.
“Pejabat yang terlibat akan kami laporkan ke aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan, termasuk dengan UU Lingkungan Hidup,” ujar Budiutama.
Ia menambahkan bahwa pembongkaran memerlukan biaya besar dan medan di Pantai Bingin cukup sulit, sehingga harus ada koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Provinsi Bali. Pihaknya juga mempertimbangkan memberikan waktu kepada pemilik bangunan untuk membongkar secara mandiri.
Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, mendukung penuh rekomendasi DPRD untuk membersihkan Pantai Bingin dari bangunan tak berizin. Ia menilai kawasan tersebut seharusnya dilindungi dan tidak layak untuk dijadikan lokasi usaha wisata.
Ia juga mengungkapkan bahwa dua dari 45 bangunan ilegal tersebut terindikasi dimiliki oleh warga negara asing (WNA) yang diduga menggunakan sistem nominee, yaitu meminjam nama warga lokal untuk mengurus perizinan usaha.
“Beberapa WNA yang terlibat sedang kami telusuri lebih dalam bersama pihak Imigrasi,” tambahnya.
Bangunan-bangunan tersebut diduga melanggar sejumlah aturan, antara lain PP Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara, PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Tanah, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, serta beberapa peraturan presiden dan peraturan daerah terkait tata ruang dan rencana pembangunan Bali ke depan. (kmp/pr)
Discussion about this post