Balipustakanews.com, Denpasar – Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, Bali, mencatat ada 198 kasus demam berdarah dengue (DBD) sepanjang Januari hingga Maret 2024. Rinciannya, Januari 34 kasus, Februari 42 kasus, dan Maret 122 kasus. Dua orang meninggal akibat DBD.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Denpasar Anak Agung Ayu Candrawati mengatakan peningkatan kasus DBD turut disebabkan oleh musim hujan yang cukup intens. Akibatnya, terjadi banyak genangan air yang menjadi tempat perindukan nyamuk penyebar DBD.
“Musim hujan semakin intens di Maret, berbeda dari Januari yang lebih panjang musim kemaraunya dan agak panas sekali suhunya. Sedangkan di Februari sudah mulai intens musim hujan,” ujar Candrawati saat dihubungi pada Selasa (2/4).
Meski demikian, sambung Candrawati, jumlah kasus pada Januari hingga Maret 2024 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. Tercatat ada 781 kasus pada Januari-Maret 2023. Rinciannya, Januari 2023 ada 296 kasus, Februari 255 kasus, dan Maret 230 kasus.
Candrawati menjelaskan upaya untuk mengantisipasi peningkatan kasus DBD pada 2024, yakni menggencarkan informasi kepada masyarakat baik secara langsung maupun lewat media sosial (medsos), untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
“Di samping juga para jumantik gencar melaksanakan gertak (gerakan serentak) di masing-masing wilayah yang merupakan lokus dari kasus-kasus DBD yang lumayan banyak,” sebutnya.
Selain itu, Dinkes Denpasar juga tetap melaksanakan fogging fokus sesuai indikasi jika ada kasus dan banyak jentik. Fogging massal ultra low volume (ULV) juga masih dilaksanakan selama dua kali di masing-masing wilayah di Denpasar.
Tak hanya itu, Dinkes Denpasar juga menyiapkan larvasida untuk bak penampungan air yang sulit dikuras. Sehingga telur dan jentik nyamuk tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa.
Candrawati memandang hingga kini masyarakat belum membudayakan pelaksanaan PSN secara mandiri. Sebab, dari hasil kunjungan ke beberapa lokasi terjadinya kasus DBD, masih ditemukannya jentik nyamuk di rumah ataupun lingkungan warga.
“Kalau ada jentik artinya masyarakat masih belum rutin untuk melaksanakan PSN di tempat-tempat penampungan air, seperti dispenser, kolam, dan bak-bak penampungan air. Ini artinya (PSN) belum menjadi budaya atau sesuatu yang rutin dilaksanakan,” terangnya.
Candrawati mengimbau agar masyarakat dapat menjadikan PSN sebagai suatu budaya untuk rutin dilaksanakan. Selain itu, dia juga mendorong agar masyarakat mampu bersinergi dalam mencegah serta memberantas kasus DBD di Denpasar melalui gerakan PSN secara mandiri. (PR/DTK)
Discussion about this post