BALIPUSTAKANEWS – Pada awal bulan september ini, umat Hindu di Bali merupakan hari perayaan hari suci pengerwesi. Pada hari raya ini,terdapat perbedaan tradisi ketika hari suci Pagerwesi di Kabupaten Buleleng dengan daerah lain di Bali.
Meski tahu bahwa Pagerwesi di Buleleng ramai, namun banyak yang tak tahu hal-hal dan fakta-fakta menarik di seputar Hari Pagerwesi di Bali Utara.
1. KATAKAN PEGORSI
Hari Pagerwesi di Buleleng diucapkan dengan lapal yang berbeda. Banyak orang lebih suka menyebutkan Pegorsi, ketimbang secara jelas menyebut Pagerwesi. Saat ditanya ke sejumlah orang, sebagian besar mengatakan bahwa mereka lebih suka melapalkannya dengan kata Pegorsi ketimbang Pagerwesi. Jika diminta menuliskannya, mereka tetap menulis dengan kata Pagerwesi.
“Uli imaluan bungute biasa ngorahang Pegorsi,” kata seorang nelayan di wilayah Pantai Penimbangan. Artinya, “Dari dulu mulutku biasa mengucapkan Pegorsi.”
Soal pelapalan ini mungkin ahli bahasa bisa menjelaskannya. Tapi dari sisi psikologis (hehehe, gawat gati), Pegorsi bisa jadi merupakan bentuk kegagahan bahwa Pagerwesi di Buleleng itu lain daripada yang lain. Pegorsi memang bentuk kata yang lebih simpel dari kata aslinya, namun kata Pegorsi sesungguhnya bisa dianggap sebagai bentuk kata melebih-lebihkan, menguatkan, menegaskan, bahwa perayaan ini milik Buleleng, Bro…
2. LAWAR DI PENAMPAHAN
Pada rangkaian Hari Galungan, warga di Bali mengenal Hari Penampahan Galungan (sehari menjelang Galungan). Saat rangkaian Pagerwesi, warga di Buleleng juga mengenal Hari Penampahan Pagerwesi (sehari menjelang Pagerwesi).
Sama seperti penampahan Galungan, saat penampahan Pagerwesi warga memotong babi dengan cara mepatung, yakni seekor babi dibeli bersama-sama dengan warga lain dalam satu kelompok seperti kelompok dadia, banjar, atau kelompok suka-suka, lalu dipotong bersama-sama. Tapi itu dulu. Kini warga lebih suka membeli daging babi sendiri-sendiri ke pasar, karena dianggap lebih praktis.
Yang menarik, pada saat penampahan Pagerwesi di Buleleng menu lawar hampir selalu menjadi menu utama. Warga seperti berlomba cepat-cepatan mengadon lawar, lalu yang lebih dulu selesai akan dengan bangga mengundang warga di sekitar atau menelepon teman untuk makan bersama. Di era media sosial saat ini, foto lawar yang sudah siap disantap biasanya diungah di akun facebook atau instagram dengan caption menarik, semisal: “Yang mau silakan mendekat”.
Jika lawar di wilayah Bali selatan biasanya terdiri darii campuran daging dan nagka, di wilayah Buleleng lawar biasanya lebih banyak daging dicampur parutan kelapa tanpa sayuran. Banyak juga warga membuat lawar getih, yakni lawar yang hanya terdiri dari bahan daging, jeroan, dan darah segar.
Discussion about this post