Sekolah yang ditunjuk sebagai tempat simulasi juga menyiapkan sarana protokol kesehatan yang lengkap. “Lama anak di sekolah dalam simulasi tidak boleh lebih dari 2 jam pelajaran. Dan peserta didik paling banyak hadir ke sekolah seminggu dua kali,” imbuhnya.
Gunawan juga mengatakan, jikapun pembelajaran tatap muka sudah dilaksanakan, itu hanya untuk mengobati kerinduan anak pada sekolah.
Sementara untuk kurikulum, selesai di rumah dengan melakukan pembelajaran di rumah atau daring maupun luring.
Pihaknya juga akan mendata guru yang memiliki penyakit bawaan agar tidak ikut dalam simulasi maupun pembelajaran tatap muka selama pandemi.
Guru juga akan menjalani tes baik swab maupun rapid yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan mulai Januari 2021.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Denpasar, I Wayan Murdana, mengatakan selama pembelajaran daring yang digelar satu semester ini secara umum telah berjalan baik hingga pembagian raport yang digelar hingga 19 Desember 2020.
“Dari 76 SMP di Denpasar, semester 1 ini sudah berjalan baik dengan sistem daring, tidak ada masalah berarti dan sesuai kurikulum walaupun tidak maksimal,” katanya.
Sementara untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka, pihaknya juga berharap dilaksanakan secara bertahap.
Saat ini di lapangan sudah tersebar asumsi dari orangtua maupun beberapa kepala sekolah bahwa Januari 2021 sudah tatap muka.
Padahal pemahaman yang diharapkan bukan seperti itu mengingat diperlukan persiapan yang matang agar jangan sampai ada kluster sekolah.
Dari pemaparan tersebut, semua anggota Komisi IV secara umum menyetujui ada yang dipaparkan oleh Kadisdikpora maupun Ketua MKKS.
“Untuk awal dalam masa peralihan tersebut SMP lebih dulu melakukan sosialisasi dan kami sepakat. Guru juga memang perlu dirapid test walaupun di sekolah sudah ada protokol kesehatan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kota Denpasar, I Wayan Duaja.
Anggota Komisi IV, I Wayan Warka, menambahkan dalam pelaksanaan sekolah tatap muka termasuk simulasi diperlukan kehati-hatian.
Jangan sampai malah menimbulkan kehebohan karena ada siswa yang terpapar Covid-19 di sekolah.
“Andaikata terpapar satu siswa, ini akan heboh dan merusak citra pendidikan, apalagi orangtua nanti curhat di media sosial dan kadang bisa dibesar-besarkan,” ujarnya.





Discussion about this post