Balipustakanews.com, jembrana – Pemerintah Provinsi Bali terus mengakselerasi Gerakan Bali Bersih Sampah melalui edukasi pengelolaan sampah berbasis sumber (PSBS) dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Inisiatif ini mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah, desa adat, pelaku usaha, lembaga pendidikan, hingga komunitas untuk mengubah pola pikir dan perilaku dalam menangani sampah demi menjaga kelestarian lingkungan dan citra Bali sebagai destinasi dunia yang bersih dan berkelanjutan.
Duta Percepatan Penanganan PSBS Provinsi Bali, Ibu Putri Suastini Koster, menekankan pesan tersebut dalam rangkaian sosialisasi PSBS dan pembatasan plastik sekali pakai yang digelar di tiga kecamatan di Jembrana pada Rabu (26/11). Kegiatan pertama berlangsung di Wantilan Pura Dalem Desa Melaya, Kecamatan Melaya, Jembrana.
Dalam paparannya, ia mengingatkan bahwa pengelolaan sampah tidak mungkin hanya dibebankan pada satu pihak. “Gerakan Bali Bersih Sampah adalah gerakan kita bersama, yang memerlukan sinergi seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.
Ibu Putri juga menyoroti kebiasaan membakar sampah yang masih dianggap solusi mudah oleh sebagian warga. Kebiasaan ini, tegasnya, menimbulkan dampak serius. “Pembakaran sampah memicu polusi udara, risiko kesehatan, hingga potensi kebakaran, dan bahkan dapat dikenai sanksi. Lebih baik sampah dipilah, organik dikomposkan, dan anorganik didaur ulang,” jelasnya.
Ia menegaskan pula bahwa landasan kebijakan provinsi sudah kuat, mulai dari Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang pembatasan plastik sekali pakai, hingga Pergub Nomor 47 Tahun 2019 terkait PSBS, termasuk Surat Edaran terbaru yang mengatur sanksi bagi pelanggar. “Limbah plastik membawa racun yang mengancam kesehatan manusia dan ekosistem,” katanya.
Ibu Putri mengingatkan agar kesalahan masa lalu tidak terulang lagi, seperti persoalan TPA Suwung yang menumpuk selama puluhan tahun. Ia menjelaskan pentingnya pengolahan sampah langsung dari sumber. “Sampah harus diolah sejak dari tempat ia dihasilkan. Tujuannya mengurangi kiriman sampah ke TPA sekaligus menjadikannya sumber daya yang bermanfaat,” ujarnya.
Konsep Teba Modern, lanjutnya, menjadi solusi rumah tangga yang efektif. Dengan memodifikasi konsep teba tradisional menjadi komposter berbahan beton dan tertutup, masyarakat dapat mengolah sisa dapur dan dedaunan menjadi kompos. “Saya mengajak masyarakat untuk memilah sejak dari rumah dan terlibat aktif,” imbuhnya.
Pihaknya juga mendorong agar sampah dipandang sebagai peluang, bukan beban. “Sampah organik bisa menjadi pupuk atau energi, sementara yang anorganik bisa didaur ulang menjadi kerajinan atau bahan bangunan,” katanya.
Seksi PMD Kecamatan Melaya, Putri Ricearlina, mengungkapkan bahwa tantangan di wilayahnya mencakup meningkatnya volume sampah dan minimnya kebiasaan memilah. Warga juga masih menimbun atau membakar sampah di perkebunan, sementara sarana pengangkutan masih terbatas. Ia memaparkan bahwa penerapan Teba Modern sudah berjalan luas, mulai dari desa dinas, desa adat, banjar, hingga sekolah.
Sosialisasi berlanjut ke Kantor Desa Baluk, Kecamatan Negara. Camat Negara, Gede Wariyana Prabawa, menegaskan bahwa kebijakan PSBS bukan hanya aturan tertulis, tetapi jawaban atas persoalan besar. “Plastik telah mencemari lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup. Perubahan harus dimulai dari rumah—memilah dari dapur, mengurangi plastik di desa, dan menjaga lingkungan di tingkat adat,” ujarnya.
Di Pura Dalem Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Jembrana, I Komang Ariawan, menekankan perlunya sinergi berbagai pihak. “Kami mendorong percepatan perarem desa adat terkait pengelolaan sampah. Kami juga rutin menggelar Jumat Bersih untuk membangun budaya hidup sehat,” jelasnya.
Ketua TP PKK Jembrana, Ny. drg. Ani Setiawarini Kembang Hartawan, menyatakan dukungan penuh Pemkab Jembrana melalui Instruksi Bupati Nomor 1 Tahun 2025 tentang PSBS. Ia menegaskan bahwa ilmu yang diperoleh harus diterapkan. “Kita harus menjadi pelopor PSBS di rumah, banjar, desa, dan kelurahan. PSBS bukan hanya program, tetapi gerakan budaya,” katanya.
Sesi sosialisasi ditutup dengan pemaparan Prof. Ni Luh Kartini dari Tim Kerja PSBS Provinsi Bali. Ia mengingatkan bahaya pembakaran sampah dan pentingnya pemanfaatan kompos, termasuk vermicompost yang mendukung pertanian organik Bali. “Gerakan kebersihan ini adalah gerakan moral untuk menjaga bumi, Bhuana Agung dan Lingga Yoni,” tegasnya. (hmspr/pr)





