Balipustakanews.com – Harga Bitcoin kembali terperosok dalam beberapa pekan terakhir, turun lebih dari 30 persen dari puncaknya pada Oktober. Kejatuhan ini mengguncang pasar kripto hingga memangkas kekayaan figur misterius Satoshi Nakamoto dalam jumlah yang sangat besar. Bitcoin yang sempat menembus rekor 126.296 dollar AS sekitar Rp 2,1 miliar per keping kini berada di kisaran 87.390 dollar AS atau kurang lebih Rp 1,45 miliar, sebagaimana dilaporkan BeInCrypto.
Akibat penurunan tersebut, Satoshi diperkirakan kehilangan sekitar 42,79 miliar dollar AS, setara Rp 713 triliun, hanya dalam hitungan minggu. Dengan nilai saat ini, posisi kekayaannya secara teoritis melorot dari peringkat ke-11 menjadi sekitar posisi ke-20 dalam daftar orang terkaya dunia, “tepat di bawah pendiri Microsoft Bill Gates”.
Satoshi diyakini memiliki sekitar 1,1 juta BTC yang tersebar di lebih dari 22.000 alamat awal. Pada harga tertingginya di Oktober, total aset itu sempat bernilai sekitar 138,92 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.319 triliun. Kini nilainya turun ke kisaran 96,12 miliar dollar AS (Rp 1.605 triliun), memperlihatkan betapa cepat volatilitas Bitcoin menggerus nilai kekayaan.
Meski sering disebut sebagai salah satu individu paling kaya dalam sejarah modern, nama Satoshi tidak pernah masuk daftar resmi seperti Forbes. Identitasnya tak pernah terverifikasi dan seluruh aset BTC tersebut diketahui tidak pernah bergerak selama lebih dari 15 tahun. Dompet digitalnya justru menjadi salah satu yang paling transparan di dunia karena seluruh catatannya dapat dilihat publik melalui blockchain. Namun status kepemilikannya masih penuh teka-teki—apakah sengaja tidak disentuh, pemiliknya sudah tiada, atau aksesnya hilang selamanya.
Saat berita ini disusun pada Senin (24/11/2025) pagi, harga Bitcoin kembali turun ke level 86.802 dollar AS. Para analis menilai tren ini dipicu sejumlah faktor. Head of Research CoinShares, James Butterfill, menjelaskan bahwa aksi jual dari pemilik aset besar atau “whale” yang biasanya terjadi tiap empat tahun berperan besar dalam tekanan harga.
Analis Bloomberg Brendan Fagan menambahkan bahwa banyak posisi leverage yang terlikuidasi turut menyeret harga turun. Likuidasi terjadi ketika harga bergerak berlawanan arah dan bursa menutup paksa posisi margin para trader, efek yang bisa membuat Bitcoin semakin sensitif meskipun transaksi yang memicu hanya bernilai kecil.
Sentimen global terhadap ketidakpastian kebijakan suku bunga The Fed juga ikut membebani pasar kripto. Di tengah tekanan tersebut, para pelaku pasar mulai membeli proteksi penurunan harga indikasi bahwa kekhawatiran akan penurunan lebih dalam masih kuat. Permintaan proteksi terlihat mulai meningkat pada level 85.000 dollar AS hingga 82.000 dollar AS.
Platform intelijen pasar Santiment mencatat bahwa sebagian pengguna media sosial bahkan khawatir Bitcoin dapat merosot hingga kisaran 20.000–70.000 dollar AS. Meski begitu, sebagian lainnya masih optimistis bahwa BTC akan kembali naik menuju 100.000–130.000 dollar AS.
Sementara itu, “Crypto Fear & Greed Index” turun ke level 14 atau “extreme fear”, mendekati titik terendah sejak Februari. Menurut analis BTC Markets, Rachael Lucas, indikator teknikal seperti momentum, aliran dana, dan volume perdagangan menunjukkan pelemahan yang membuat kepercayaan pasar terhadap Bitcoin terkikis dalam jangka pendek. (*/prn)





