Balipustakanews.com, Gianyar – Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menghadiri Karya Agung Mamungkah, Tawur Pedanan, Mapadudusan Agung, Ngenteg Linggih, Ngusaba Desa, dan Ngusaba Nini di Pura Desa lan Puseh, Desa Adat Keliki, Tegallalang, Gianyar, pada Kamis (13/11). Kehadirannya merupakan bentuk apresiasi terhadap semangat gotong royong masyarakat yang sejak lama mempersiapkan upacara tersebut.
Dalam Dharma Wacana kepada warga, Giri Prasta menyampaikan penghargaan atas kekuatan kebersamaan yang ditunjukkan krama Keliki. Ia menyebut bahwa upacara ini tergolong Utamaning Utama sehingga memerlukan energi, komitmen, dan dana yang besar. “Namun karena saking cintanya masyarakat kepada daerahnya dan semangat luar biasa dalam beryadnya, akhirnya upacara ini bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya mendokumentasikan sejarah pelaksanaan karya melalui pembuatan prasasti, agar generasi berikutnya dapat mengetahui jejaknya. “Saya harap dibuatkan prasasti agar anak cucu kita mengetahui sejarahnya, sehingga tidak ada istilah saling ‘kaden’ di masa mendatang,” tegasnya.
Giri Prasta turut memuji kesiapan sarana dan prasarana upacara yang dinilai masih terawat dan memenuhi standar. Menurutnya, hal ini memperlihatkan kualitas pelaksanaan yadnya dan dapat menjadi contoh bagi desa adat lainnya.
Mantan Bupati Badung dua periode itu berharap seluruh rangkaian karya dapat berlangsung dengan baik. Ia menegaskan bahwa kekuatan persatuan menjadi modal utama dalam menyukseskan upacara besar seperti ini. “Dengan bersatu, setengah perjuangan telah berhasil, dan kita dapat membangun jembatan emas untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Sebagai wujud Ngastiti Bhakti Ring Ida Betara, Giri Prasta menyerahkan punia pribadi sebesar Rp25 juta untuk mendukung pelaksanaan yadnya.
Sementara itu, Parwataka Acara Ngakan Tirta Pramono menjelaskan bahwa puncak upacara telah berlangsung pada Purnama Kelima, 5 November lalu, sementara Nyineb akan dilakukan pada 16 November mendatang. Ia menyebut upacara ini telah direncanakan sejak masa pandemi, dengan persiapan yang terus dijaga selama beberapa tahun.
Menurutnya, keberhasilan pelaksanaan karya didukung oleh empat unsur penting, yakni kemauan, kemampuan, situasi dan kondisi, serta sastra. “Berbekal empat unsur itu, kami membulatkan tekad untuk mewujudkan upacara yadnya ini,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa pendanaan karya berasal dari iuran warga yang bervariasi antara Rp4,5 juta, Rp6 juta, dan Rp9 juta per kepala keluarga, sesuai kategori medesa adat, desa kampleng, dan mebanjar adat. Ia berharap semangat gotong royong yang terbangun dapat terus dijaga untuk pelaksanaan yadnya lainnya di Desa Adat Keliki. (hmspr/pr)





