Balipustakanews.com, Karangasem – Ketua TP PKK Provinsi Bali sekaligus Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) PADAS, Ny. Putri Suastini Koster, mengajak masyarakat Karangasem meninggalkan pola lama dalam mengelola sampah, yaitu sistem “angkut, bawa, buang” yang selama ini hanya memindahkan masalah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Ia menekankan bahwa metode tersebut telah terbukti menimbulkan persoalan baru, seperti penumpukan sampah di TPA Suwung selama lebih dari 40 tahun yang kini menjadi ancaman bagi kesehatan dan lingkungan.
Ajakan tersebut disampaikan dalam Sosialisasi Percepatan Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS), yang digelar di dua lokasi, yakni Gedung SP SKB Disdikpora Karangasem dan Wantilan Kantor Camat Kubu, Senin (15/9).
Dalam pemaparannya, Putri Koster menegaskan bahwa penyelesaian masalah sampah di Bali harus dimulai dari rumah tangga. “Sampah rumah tangga menyumbang sekitar 60 persen dari total timbulan sampah di Bali. Jika sejak awal tidak dipilah, maka sampah akan bercampur, berbau, sulit didaur ulang, dan berisiko bagi kesehatan,” jelasnya.
Ia mengimbau agar pemilahan dilakukan sejak dari sumber, seperti rumah, sekolah, pasar, hingga desa. “Jangan menunggu sampai tercampur. Begitu keluar dari rumah, pisahkan langsung, karena kalau sudah campur tidak ada gunanya lagi,” tegasnya.
Untuk memperkuat gerakan ini, pemerintah telah menetapkan sejumlah payung hukum, antara lain UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Sampah Plastik Sekali Pakai, Instruksi Gubernur Bali Nomor 384 Tahun 2021, dan Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Pada kesempatan itu, ia juga memperkenalkan konsep PSBS PADAS (Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas), yang mencakup tiga langkah utama: pembatasan plastik sekali pakai, pemilahan sampah sejak dari sumber, dan tata kelola sampah yang berkelanjutan. Contoh yang diberikan termasuk penggunaan komposter untuk sampah organik basah agar menjadi pupuk, serta pembangunan teba modern untuk sampah organik kering.
“Desa itu kuncinya. Kalau desa bersih, Bali pasti bersih. Kepala desa, lurah, dan bendesa adat harus jadi panglima dalam gerakan ini,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof. Ni Luh Kartini, yang turut hadir, menjelaskan bahaya pembakaran sampah plastik yang dapat menghasilkan dioksin, zat beracun yang berdampak serius, terutama bagi ibu hamil. Ia mengingatkan bahwa 60 persen sampah Bali adalah sampah organik yang sebenarnya bisa dikelola langsung oleh rumah tangga dan komunitas, sehingga pemerintah dapat lebih fokus pada pengelolaan sampah anorganik.
“Jika sampah organik ditangani di tingkat keluarga dan desa, beban pemerintah dalam menangani anorganik akan jauh lebih ringan,” ungkap Prof. Kartini.
Camat Karangasem, I Gusti Lanang Agung Wirawan, menyatakan pihaknya telah mengambil langkah nyata, seperti pembangunan teba modern dan penindakan terhadap warga yang membuang sampah sembarangan, termasuk ke sungai. Sementara itu, Camat Kubu, I Gede Sukanta Winaya, menekankan pentingnya sosialisasi ini karena sampah telah menjadi isu nasional bahkan internasional. “Kami telah bersinergi dengan desa adat, Kapolsek, Danramil, dan masyarakat untuk mendukung implementasi Pergub Bali 97,” jelasnya.
Putri Koster optimistis, jika seluruh pihak bersatu, Karangasem dapat menjadi contoh penerapan PSBS yang berhasil. “Kalau semua bergerak bersama, lingkungan akan bersih, ekosistem terjaga, pariwisata bermartabat, dan kualitas hidup masyarakat meningkat. Mari tinggalkan pola lama dan mulai dari rumah masing-masing,” pungkasnya. (hmsprv/pr)
Discussion about this post