Balipustakanews.com, Denpasar – Di usianya yang ke-82, Ni Ketut Arini, maestro tari Bali, masih menunjukkan semangat luar biasa yang tak pernah luntur.
Dengan balutan kebaya kuning cerah dan kamben hijau kecokelatan, Arini tampak bersemangat saat melangkah menuju ruang latihan di Sanggar Tari Warini, yang ia dirikan sejak tahun 1973.
Sanggar yang terletak di Gang Soka nomor 1, Jalan Kecubung, Denpasar ini telah menjadi tempat lahirnya banyak penari-penari berbakat.
“Saya jalani semua ini dengan sepenuh hati,” tutur Arini saat ditemui di rumahnya di Denpasar, Rabu (11/6).
Bagi Arini, meneruskan seni tari Bali kepada generasi muda merupakan tanggung jawab yang sangat penting.
Ia meyakini bahwa keahlian yang dimilikinya bukan untuk dirinya sendiri, tetapi harus diwariskan kepada siapa pun yang ingin belajar.
Arini tidak hanya membimbing anak-anak dan murid di Bali, tetapi juga mengajar warga negara asing yang tertarik dengan budaya Bali.
“Saya beberapa kali diminta mengajar tari di Jepang,” ujarnya.
Kenangan tentang gurunya, Wayan Rindi, masih melekat kuat dalam ingatannya dan menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupnya.
“Latihan dengan beliau memang keras, tapi sangat bermanfaat bagi saya,” kenangnya.
Arini juga menceritakan pengalamannya mengajar di desa-desa. Nama sanggarnya, Warini, adalah gabungan dari nama gurunya dan namanya sendiri.
Selain sosok gurunya, ayahnya, I Wayan Saplug, seorang seniman tabuh, juga memberikan pengaruh besar dalam hidup Arini. Sejak kecil, ayahnya mendorongnya untuk belajar menari.
Ia masih ingat betul bagaimana ayahnya kerap mengajaknya menonton pertunjukan Gandrung dan selalu memintanya untuk ikut melihat pementasan tari baru agar bisa dipelajari.
“Sekarang saya masih melatih anak-anak. Tapi setiap Sabtu dan Minggu saya sempatkan untuk beristirahat. Saya juga tetap rutin berolahraga ringan supaya kaki tetap kuat dan saya bisa terus menari,” kata Arini, yang sudah menari sejak usia 4 tahun. (kmp/pr)
Discussion about this post