Balipustakanews.com, Badung – Desa Adat Berawa mengklaim bahwa dugaan pemerasan senilai Rp 10 miliar yang dilakukan oleh Bendesa Adat Berawa, Ketut Riana (54), terhadap seorang investor bernama Andrianto (AN), dilakukan atas motif pribadi tanpa melibatkan pengurus desa adat lainnya. Menurut aturan adat, pertemuan dengan investor seharusnya transparan dan melibatkan pengurus desa adat serta perwakilan warga.
“Kami tidak dilibatkan. Seharusnya seluruh pengurus desa adat atau minimal perwakilan masyarakat diajak untuk berkonsultasi. Pertemuan seharusnya juga diadakan secara terbuka di hadapan masyarakat untuk membahas kedatangan investor,” ujar Wakil Bendesa Adat Berawa, Wayan Kumara Yasa, dalam pernyataan tertulis pada Jumat (3/5).
Riana ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait dugaan pemerasan terhadap Andianto terkait transaksi jual beli tanah senilai Rp 10 miliar. Namun, ia baru menerima Rp 150 juta dari total yang diminta.
Kumara Yasa mengungkapkan kekagetannya atas penangkapan pimpinannya di desa adat, karena ia baru mengetahui bahwa Riana telah berkomunikasi dengan investor. Tidak ada informasi sebelumnya tentang adanya rencana dari seorang pengusaha untuk membeli atau menyewa tanah di desa tersebut.
“Pertemuan dengan investor harus melibatkan desa adat. Mereka harus menjelaskan tujuan investasi mereka, rencana pembangunan di Berawa. Kami baru mengetahui tentang hal ini ketika Riana ditangkap,” katanya.
Kumara Yasa menyesalkan bahwa kasus ini telah merusak nama baik desa adat. Dia juga membantah bahwa uang yang diminta untuk kepentingan desa adat tidak benar, karena dia dan pengurus desa adat lainnya tidak mengetahui tentang pertemuan tersebut dan tidak pernah menugaskan Riana untuk berkomunikasi dengan pengusaha.
Dia mengakui bahwa beberapa investor telah memberikan sumbangan sukarela sebagai kontribusi untuk desa adat setempat, namun itu semua dilakukan tanpa paksaan.
“Tidak ada pertemuan yang melibatkan banjar, desa, atau masyarakat adat untuk menerima investor secara terbuka. Riana bergerak sendiri untuk bertemu investor. Semuanya harus transparan dan terbuka,” tambahnya.
Kumara Yasa juga menyebut bahwa dirinya telah dihubungi oleh Kejati Bali terkait pertemuan Riana dengan investor yang sedikit terkait dengan desa adat. Namun, ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut dilakukan atas nama pribadi, bukan untuk kepentingan desa adat.
Riana telah resmi menjadi tersangka dalam kasus ini dan ditangkap saat menerima Rp 100 juta dari total yang diminta. Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Eka Sabana, Riana adalah tersangka tunggal dalam kasus pemerasan investasi lahan di Desa Adat Berawa, Badung. (PR/DTK)
Discussion about this post