BALIPUSTAKANEWS – Es Puter Pak Mo amat legendaris. Traveler pernah singgah di kedainya dan mencicipinya?
Es puter ini dijajakan sejak awal 1970 dan eksis hingga kini. Traveler dapat menemukan es puter legendaris ini di areal bawah Pasar Dari Harapan, tepatnya di bawah bekas Tabanan Teater.
Sesuai namanya, es puter ini dibuat Pak Mo, panggilan ringkas dari Katimo (74), asal Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Meski sudah tidak turun langsung berjualan, Pak Mo rupanya masih ambil andil meracik adonan es puter tersebut.
Saat dijumpai di rumahnya, Jalan Jepun, Banjar Tegal Belodan, Desa Dauh Peken, Tabanan, Pak Mo bercerita sudah mulai berjualan es puter sejak 1969. Saat itu usianya baru memasuki 20 tahunan.
“Tadinya saya merantau ke Jakarta pada 1967. Di sana jualan bakso sekitar dua tahun. Lumayan lancar. Tapi saya sakit-sakitan. Akhirnya ikut kakak-kakak saya pindah ke Bali,” kata dia.
Saat tiba di Bali pada 1969, ia berjualan es puter di beberapa wilayah di Kota Denpasar. Waktu itu, ia diberi modal oleh kakaknya berupa gerobak pikul.
Selama setahun, ia berjualan dengan berjalan kaki sembari memikul gerobak. Beberapa tempat yang ia susuri antara lain Gerenceng, Balun, Monang Maning, Tegal. Terkadang bisa sampai Kampung Jawa hingga Tampak Gangsul.
“Waktu itu saya masih tinggal di Pekambingan. Jualannya masih pikul gerobak. Baru setelah 1970 saya pindah ke Tabanan. Jualannya pakai gerobak dorong,” tuturnya.
Di Tabanan, ia mulai merintis usaha es puter. Awalnya ia mesti berjalan kaki sambil mendorong gerobak dari wilayah Banjar Pengabetan, Desa Dauh Peken, menyusuri Jalan Gajah Mada hingga berakhir di depan Gedung Krida Teater.
“Dulu namanya Gedung Krida Teater. Nah Tabanan Teater itu baru dibangun 1980. Kalau tidak salah dua atau tiga tahun selesai baru dinamakan Tabanan Teater,” ujarnya mengingat.
Selagi Tabanan Teater dibangun, ia sempat pindah lokasi berjualan yakni ke Gedung Kesenian I Ketut Maria. Karena bioskop saat itu dipindah ke gedung tersebut.
“Ramainya pas malam minggu dan hari Minggu. Begitu Tabanan Teater selesai dibangun, baru saya pindah dari Gedung Maria ke Tabanan Teater,” ujarnya.
Di masa itu, karena berjualan sambil berjalan kaki, ia biasa memanggil pembeli dengan menggunakan lenengan atau lonceng dari perunggu.
“Lenengannya masih ada. Dari perunggu. Saya simpan di gudang,” tuturnya.
Seiring waktu, ia sudah tidak lagi berjualan sambil berjalan kaki. Ia tinggal jalan dari rumahnya menuju Pasar Sari Harapan. Biasanya pukul 09.00 Wita, toko-toko di komplek pertokoan tersebut sudah buka.
“Uang seratus rupiah waktu 80-an itu sudah besar. Kalau lagi laris bisa sampai 200 hingga 300 rupiah. Tarikan (harga jual) waktu itu Rp 5 sampai Rp 10 rupiah,” ujarnya.
Wariskan ke Anak
Kini, karena usia yang sudah sepuh, ditambah sakit jantung yang diderita awal 2020, Pak Mo pensiun ke pasar untuk berjualan langsung. Ia mempercayakan dagangan es puternya untuk dijual di pasar kepada anak perempuannya yang kedua.
Ia hanya akan turun langsung saat proses membuat adonan es. Proses itu biasanya sudah ia siapkan sore hari sebelum dijual keesokan harinya.
Pagi hari menjelang berjualan, adonan dari sejumlah tepung itu akan dicampur dengan santan segar.
“Habis itu dimasukkan ke blek (tabung) yang di pinggirannya sudah ada pecahan es balok dicampur garam. Blek itu yang diputar-putar. Makanya namanya es puter,” sebutnya.
Dulu proses memutar es itu ia lakukan sendiri secara manual. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, proses itu diganti pakai tenaga mesin. Peralihan itu lantaran Pak Mo juga mesti mengerjakan orderan es dari orang-orang yang sedang menggelar acara pernikahan atau mesangih (potong gigi).
“Di Bali kan ada dewasa (hari baik). Biasanya di saat itu ada saja yang pesan. Dari 500 cup sampai 1.500 cup,” sambung Pak Mo.
Selain mesin putar, ia juga memanfaatkan mesin freezer untuk menjaga agar suhu es terjaga. Sejak menerima orderan pada 2000 silam, ia secara perlahan menambah jumlah freezer dan kini jumlahnya sebanyak sepuluh unit. “Biar tetap dingin,” katanya.
Ia bersyukur masih bisa melakoni usaha es puter itu hingga 52 tahun. Meski ia mengakui, es puter bikinannya mesti bersaing dengan berbagai merek es krim atau minuman ringan.
“Sekarang ini banyak minuman ringan yang kotak-kotakan begitu. Terus es krim banyak juga. Dulu kan belum ada,” ujar dia.
(Lp/Google)
Discussion about this post