BALIPUSTAKANEWS – Label musik Musica Studios mengajukan permohonan pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, belum lama ini.
Permohonan itu diajukan melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan. Dalam permohonannya, Musica Studios meminta Mahkamah Konstitusi untuk menguji empat pasal dalam Undang Undang tersebut.
Keempat pasal itu dinilai berpotensi merugikan pelaku industri musik Tanah Air.
“Bahwa ada 4 (empat) pasal di dalam Undang-Undang Hak Cipta yang dimohonkan untuk diuji secara materil oleh Mahkamah Konstitusi,” tulis tim kuasa hukum, Nurul Firdausi dalam keterangan pers yang diterima detikcom, baru-baru ini.
Lebih lanjut, Pasal 18 menjadi pasal pertama yang menjadi sorotan.
Dalam Pasal 18, tertulis bahwa, Ciptaan buku, dan/atau semua hasil Karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Kemudian, Pasal 30 juga ikut jadi sorotan. Pasal 30 berbunyi, Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual Hak Ekonominya, kepemilikan Hak Ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Dalam dua pasal itu, Musica Studios melihat sejumlah kondisi yang tidak menguntungkan untuk pelaku industri musik.
“Dengan kondisi seperti ini, produser tentu saja tidak akan mau lagi membuat perjanjian jual beli dengan pencipta dan pelaku pertunjukan. Kedepannya produser akan lebih memilih untuk MENYEWA hak cipta dan hak ekomoni dari pencipta dan pelaku pertunjukan,” lanjut Nurul.
Lebih lanjut, Pasal 122 dinilai turut perlu diuji materil. Hal itu karena dalam pasal berisi jual putus dimana secara garis besar mengembalikan hak cipta kepada pencipta atas karya yang mencapai 25 tahun.
“Keberlakuan pasal ini secara terang dan nyata merampas hak milik PT. Musica Studios atas hak cipta lagu yang selama ini telah dimilikinya, bahkan sudah dimiliki jauh sebelum Undang-Undang Hak Cipta ini berlaku,” tambah Nurul.
Pasal selanjutnya adalah yang menjadi sorotan, Pasal 63 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Hak Cipta. Pasal tesebut berbunyi, Perlindungan Hak Ekonomi bagi: Produser Fonogram, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi.
“Telah menghalangi hak konstitusional Pemohon untuk memperoleh persamaan dan keadilan serta terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam mendapatkan perlindungan atas Hak Ekonomi Fonogramnya,” ujar Nurul.
Musica dan pihaknya, berharap permohonan tersebut dapat diakomodir dengan baik. Dalam keterangan pers, Nurul menegaskan bahwa permohonan tersebut bukan hanya untuk kepentingan pribadi.
(LP/GOOGLE)
Discussion about this post